10 December 2018

Pabrik gula Sumberharjo merupakan salah satu pabrik gula di Pemalang yang telah menjadi saksi bisu perjalanan perjuangan bangsa dari masa kolonial hingga kemerdekaan. Pabrik gula Sumberharjo terletak di desa Banjarmulya, kecamatan Pemalang. Selain pabrik gula Sumberharjo, di Pemalang juga terdapat pabrik gula yang lain yaitu pabrik gula Comal yang telah berdiri lebih dahulu dan beroperasi pada tahun 1830-an.1 Apabila dibandingkan dengan pabrik gula Comal, pabrik gula Sumberharjo masih tergolong lebih muda karena pabrik ini baru mulai beroperasi pada tahun 1912.


Pabrik gula Sumberharjo merupakan salah satu pabrik gula dibawah PTPN Nusantara IX (Persero). Sejak didirikan sampai dengan saat ini pabrik gula Sumberharjo sudah mengalami beberapa kali perubahan bentuk perusahaan dalam status kepemilikan atau penguasaan. Pendirian pabrik gula Sumberharjo diawali dengan perencanaan pembangunan yaitu babat hutan yang dimulai pada tahun 1836. Pelaksanaan pembangunan pabrik gula dimulai tahun 1908, dan pada tahun 1912 pabrik gula Sumberharjo mulai produksi. Perkembangan tahun 1981 pabrik mengalami penambahan ketel combi, sehingga pada tahun 1984 pabrik gula Sumberharjo mengalami perubahan sistem karbonatasi menjadi sulfitasi2 dan mengalami peningkatan kapasitas menjadi 18.300 ku/24 per jam di tahun 1996.

Pabrik ini pada awalnya dimiliki oleh modal Belanda yaitu NHM4 (Nederlandche Handels Maatschappij) yang berkedudukan di Belanda dan wakil cabangnya berada di Surabaya. G.R. Knight menyatakan dalam perkembangannya, pabrik-pabrik gula di Karesidenan Tegal-Pekalongan saling berkompetisi untuk mendapatkan akses tenaga kerja lokal yang tersedia merupakan situasi jangka panjang. Contohnya pada awal 1900, manajemen pabrik gula Comal mengeluh karena gaji dinaikkan oleh tuntutan para pekerja yang meningkat dari pabrik-pabrik gula di sekitarnya..

Kira-kira satu dekade kemudian keadaannya terbalik, dan manajemen pabrik gula Tirto (di Kabupaten Pekalongan bagian timur Karesidenan) baru dapat menghentikan gelombang tenaga kerja pergi ke perkebunan-perkebunan Comal yang baru dibuka dengan menaikkan gaji. Pada waktu yang bersamaan jumlah tenaga kerja melimpah karena terlalu banyak uang tunai dan tingkat kerja yang tinggi ditawarkan oleh pabrik gula Petarukan yang baru dibuka.6 Indonesia menjadi wilayah jajahan Jepang pada tahun 1942-1945. Pabrik gula Sumberharjo kemudian diambil alih oleh pemerintah Jepang setelah Belanda menyerah tanpa syarat pada Jepang. Namun sayangnya, pada saat itu pabrik gula Sumberharjo tidak digunakan untuk memproduksi gula melainkan digunakan untuk memproduksi semen, yang akan digunakan untuk keperluan Jepang sendiri. Pabrik gula Sumberharjo pindah tangan kepada pemerintah RI setelah Indonesia merdeka, didasarkan pada Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 1946. Akan tetapi, pada saat itu pabrik gula Sumberharjo tidak dapat memproduksi gula karena pabrik mengalami kerusakan berat akibat pendudukan Jepang. Adanya Konferensi Meja Budar (KMB) yang terjadi antara Indonesia dan Belanda, maka pada tahun 1950 pemerintah Indonesia menyerahkan pengelolaan pabrik gula Sumberharjo kepada Belanda. Hal ini dilakukan agar pabrik gula Sumberharjo dapat berproduksi lagi dan mulai memperluas areal tanaman tebu.

Pada perkembangan selanjutnya, status kepemilikan beralih kepada pemerintah Republik Indonesia. Hal ini didasarkan pada SK Penguasa Militer atau Menteri Pertahanan tanggal 9 Desember 1957 No.1053/PMT/57 dan SK Menteri Pertanian 10 Desember 1957 No.229/UM/57. Sehubungan dengan sikap pemerintah dalam menghadapi perjuangan Irian Barat dan stabilitas ekonomi nasional, maka pada tanggal 10 Desember 1957 diadakan pengambil alihan semua perusahaan perkebunan milik Belanda ke tangan Indonesia. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.19/1959, yang terdapat pada Lembaran Negara No.31 tahun 1959 tentang pembentukan Perusahaan Perkebunan Baru (PPN) yang berkedudukan di Surabaya. Pabrik gula Sumberharjo termasuk wilayah unit I Semarang dengan nama PPN Baru Perusahaan Gula Sumberharjo. PPN Sumberharjo berkedudukan di daerah Pemalang dengan modal yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp. 86.000.000,- lebih besar dibandingkan dengan PPN Pangka di Tegal sebesar Rp.68.000,000,- dan PPN Kalibagor di Banyumas sebesar Rp. 46.000.000,-.

Pemerintah kemudian mengadakan reorganisasi pada tahun 1963 hingga ditetapkan berlakunya Peraturan Pemerintah No.1/1963. Pada nomor selanjutnya berisi pembentukan Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara Gula dan Karung Goni (BPU PPN dan Karung Goni) dengan kantor pusat di Jakarta. Pabrik gula Sumberharjo termasuk dalam PPN Gula Jawa Tengah II disebut PPN Gula Sumberharjo.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.12/1968 Lembaran Negara No.22 Tahun 1968, BPU PPN Gula dan Karung Goni dibubarkan dan kemudian sebagai penggantinya ditetapkan Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1968 menjadi Perusahan Negara Perkebunan (PNP). Pemerintah mengadakan reorganisasi kembali tahun 1981 pada pabrik gula Sumberharjo dengan dikeluarkannya PP No.11/1981 tentang pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan XV-XVI yang berkedudukan di Solo, dan pabrik gula Sumberharjo termasuk di dalamnya.

Sejalan dengan langkah pembangunan yang tertuang melalui tahapan pembangunan lima tahun, maka mulai tahun 1984 pabrik gula Sumberharjo mengubah proses pengolahan gula dari cara karbonasi menja sulfitasi. Tahun 1994 telah terjadi restukturisasi yang dilaksanakan oleh pemerintah yang menyatakan bahwa PT Perkebunan XV-XVI (Persero) masuk dalam group yang dipimpin oleh PT Perkebunan XXI-XXII (Persero). Namun dalam rangka penyederhanaan bentuk perusahaan perkebunan, maka berdasarkan SK Menteri Perkebunan No.259/kmk/.016/1996, secara administratif pada pengelolaannya di bawah Direksi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang berkedudukan di Surakarta.


Sekian, terimakasih, dan semoga bermanfaat.


EmoticonEmoticon